![]() |
| Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono dilantik Presiden Prabowo pada Oktober 2024. Foto: diaspora.id |
ACEHDIURNA.COM - Dalam sejarah panjang diplomasi Indonesia, nama Sugiono menjadi salah satu yang menarik perhatian publik.
Sugiono adalah mantan perwira TNI yang kini menempati posisi
strategis sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di bawah pemerintahan
Presiden Prabowo Subianto.
Penunjukannya pada Oktober 2024 menandai babak baru dalam
arah kebijakan luar negeri Indonesia, dengan sentuhan disiplin militer dan
semangat nasionalisme yang kuat.
Perjalanan Awal dan Karier Militer
Sugiono lahir di Takengon, Aceh, dan meniti karier panjang
di dunia militer.
Sebagai perwira Kopassus (Komando Pasukan Khusus), ia
dikenal berdisiplin tinggi, tegas, dan memiliki kemampuan strategis dalam
pengambilan keputusan.
Di lingkungan TNI, Sugiono dikenal bukan hanya sebagai sosok
lapangan, tetapi juga seorang perencana matang yang memahami geopolitik dan
dinamika keamanan kawasan.
Kedekatannya dengan Prabowo Subianto, yang juga berlatar
militer, bukan hal baru.
Keduanya sudah lama menjalin hubungan profesional dan
ideologis, terutama dalam hal visi pertahanan dan kedaulatan negara.
Langkah Menuju Politik dan Pemerintahan
Setelah purna tugas, Sugiono tidak langsung meninggalkan
panggung pengabdian.
Ia bergabung dengan Partai Gerindra, partai politik yang
dipimpin oleh Prabowo.
Kecerdasannya dalam strategi dan komunikasi menjadikannya
salah satu kader yang dipercaya mengisi posisi penting di partai tersebut.
Penunjukan Sugiono sebagai Menteri Luar Negeri oleh Presiden
Prabowo pada 21 Oktober 2024 menjadi salah satu keputusan politik yang menarik
perhatian publik dan analis hubungan internasional.
Bukan hanya karena latar belakang militernya, tetapi juga
karena perannya di bidang yang sebelumnya identik dengan diplomat karier.
Diplomasi Gaya Baru
Sebagai Menlu, Sugiono membawa warna baru dalam diplomasi
Indonesia.
Ia memandang hubungan luar negeri bukan sekadar urusan
protokoler, melainkan juga instrumen pertahanan dan pembangunan nasional.
Dalam berbagai kesempatan, Sugiono menegaskan bahwa kebijakan
luar negeri Indonesia harus bebas, aktif, dan berdaulat, namun tetap
berorientasi pada kepentingan nasional.
Ia juga menekankan pentingnya memperkuat peran Indonesia di
kawasan Asia Tenggara, terutama dalam menghadapi tantangan geopolitik global,
seperti rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
“Diplomasi Indonesia harus menjadi kekuatan, bukan hanya
suara. Kita tidak boleh hanya bereaksi, tapi juga memimpin,” ujarnya dalam
salah satu wawancara awal setelah dilantik.
Posisi Menteri Luar Negeri adalah salah satu jabatan paling
krusial di kabinet.
Di tengah dunia yang penuh ketegangan politik, perang
dagang, dan krisis global, Sugiono dihadapkan pada tantangan besar:
- Menavigasi
arah kebijakan luar negeri Indonesia agar tetap netral namun berpengaruh.
- Memperkuat
peran ASEAN di tengah rivalitas global.
- Menjaga
hubungan ekonomi dan pertahanan yang seimbang antara Timur dan Barat.
Dengan latar belakang strategisnya, Sugiono dinilai mampu
membawa pendekatan yang tegas namun rasional, sekaligus mengedepankan
kepentingan nasional di atas segala hal.
Gaya Kepemimpinan
Sugiono dikenal sebagai sosok yang tenang, tidak banyak
bicara, tetapi fokus pada hasil.
Rekan-rekannya menggambarkannya sebagai pemimpin yang
disiplin, loyal, dan berpikir jangka panjang.
Meski bukan diplomat karier, pendekatannya yang realistis
dan berorientasi solusi membuatnya mudah diterima dalam lingkungan kementerian
yang didominasi diplomat profesional.
Dalam arah kebijakannya, Sugiono menegaskan tiga prioritas
utama diplomasi Indonesia:
- Perlindungan
WNI di luar negeri.
- Peningkatan
investasi dan ekonomi internasional.
- Penguatan
posisi Indonesia di forum global.
Ia juga mendorong agar diplomasi Indonesia lebih adaptif
terhadap isu-isu baru seperti transformasi digital, energi hijau, dan keamanan
siber yang merupakan hal-hal yang kini menjadi perhatian dunia.
Sugiono adalah sosok prajurit yang kini bertugas di medan
baru yakni meja diplomasi.
Dengan pengalaman lapangan yang panjang dan ketegasan khas
militer, ia membawa pendekatan yang lebih strategis, efisien, dan nasionalis ke
dalam politik luar negeri Indonesia.
Dalam dirinya, diplomasi dan pertahanan seakan bertemu: satu
tangan menggenggam prinsip, satu lagi mengulurkan kerja sama.
Dan mungkin, itulah yang dibutuhkan Indonesia hari ini,
seorang pemimpin yang tidak hanya mewakili negara di forum dunia, tetapi juga
menjaga marwahnya di tengah badai global.[]

