![]() |
Sebanyak 9 aktivis asal Turki tewas dan lebih dari 50 lainnya luka-luka, termasuk warga negara Eropa dan Amerika Serikat. |
ACEHDIURNA.COM - Dunia kembali menyoroti aksi solidaritas kemanusiaan internasional untuk Gaza. Foto: wikimedia commons
Setelah lebih dari satu dekade tragedi berdarah Mavi Marmara pada 31 Mei 2010, kini hadir Sumud Flotilla yang mencoba memecahkan blokade laut Israel terhadap Gaza.
Tragedi Mavi Marmara 2010: Luka Kolektif Kemanusiaan
Pada 31 Mei 2010, kapal Mavi Marmara yang merupakan bagian dari Gaza Freedom Flotilla berlayar dari Turki dan Yunani dengan membawa ribuan ton bantuan kemanusiaan.
Namun, sebelum sampai ke Gaza, kapal tersebut dihentikan secara paksa oleh pasukan militer Israel di perairan internasional.
Terjadi bentrokan sengit di atas kapal. Berdasarkan laporan resmi dan investigasi internasional, sebagian besar aktivis tidak membawa senjata api, melainkan hanya alat non-mematikan seperti palu, tongkat, dan pisau lipat.
Meski begitu, Israel mengklaim para aktivis berusaha menyerang pasukan yang melakukan boarding, sehingga tentara Israel membalas dengan tembakan senjata api.
Akibatnya, 9 aktivis asal Turki tewas dan lebih dari 50 lainnya luka-luka, termasuk warga negara Eropa dan Amerika Serikat.
Dari pihak Israel, sejumlah prajurit juga mengalami luka.
Tragedi itu memicu krisis diplomatik besar antara Turki–Israel, sekaligus memunculkan gelombang kecaman internasional.
Hingga kini, Mavi Marmara dikenang sebagai simbol perlawanan terhadap blokade Gaza dan solidaritas global bagi rakyat Palestina.
Sumud Flotilla: Babak Baru Perlawanan Blokade Gaza
Kini, setelah 14 tahun berlalu, dunia kembali menyaksikan upaya serupa lewat Sumud Flotilla (Armada Keteguhan).
Kapal-kapal dalam konvoi ini membawa ratusan aktivis internasional, bantuan medis, serta logistik penting bagi warga Gaza yang tengah menghadapi krisis kemanusiaan paling parah sejak agresi militer terbaru Israel.
Dalam armada tersebut, hadir tokoh-tokoh lintas negara, termasuk aktivis kemanusiaan asal Swedia Greta Thunberg, figur-figur politik, dan relawan dari Asia, Eropa, Afrika hingga Amerika Latin.
Mereka menegaskan bahwa tujuan utama bukan sekadar mengirim bantuan, tetapi juga menggugah dunia internasional untuk menghentikan blokade laut Israel yang sudah berlangsung lebih dari 17 tahun.
Kapal-kapal Sumud Flotilla berangkat dari pelabuhan Eropa dan Turki menuju perairan Gaza dengan jalur yang sama berbahaya seperti yang pernah ditempuh Mavi Marmara.
Hingga berita ini diturunkan, Israel sudah menyatakan bahwa mereka “tidak akan mengizinkan kapal apa pun” menembus blokade, dengan alasan keamanan.
Solidaritas yang Terus Menyala
Para pengamat menilai bahwa insiden Mavi Marmara 2010 menjadi pengingat betapa mahal harga yang harus dibayar dalam upaya menegakkan nilai kemanusiaan di Gaza.
Sementara Sumud Flotilla kini dianggap sebagai kelanjutan sejarah perlawanan sipil internasional melawan blokade yang dianggap tidak sah oleh hukum internasional.
“Flotilla ini bukan sekadar tentang bantuan, tetapi tentang hak asasi manusia, tentang menolak pengepungan yang membuat lebih dari dua juta warga Gaza hidup dalam kondisi tidak manusiawi,” ujar seorang aktivis yang tergabung dalam Sumud Flotilla sebelum berangkat.
Apakah sejarah akan kembali terulang seperti Mavi Marmara, ataukah Sumud Flotilla mampu menembus blokade dengan damai? Dunia kini menunggu, sembari berharap tragedi 2010 tidak kembali terjadi.
Kronologi Flotilla Gaza: Dari Mavi Marmara 2010 Hingga Sumud Flotilla 2025
31 Mei 2010 – Tragedi Mavi Marmara
-
Kapal Mavi Marmara, bagian dari Gaza Freedom Flotilla, berlayar dari Turki dan Yunani menuju Gaza dengan membawa bantuan kemanusiaan.
-
Diserbu pasukan Israel di perairan internasional.
-
Terjadi bentrokan; aktivis hanya membawa alat non-mematikan seperti palu, tongkat, dan pisau lipat.
-
Israel menggunakan senjata api; 9 aktivis Turki tewas, ±60 luka-luka.
-
Insiden memicu krisis diplomatik Turki–Israel dan kecaman internasional.
-
Mavi Marmara menjadi simbol perlawanan blokade Gaza.
2011 – Investigasi PBB
-
Panel PBB menegaskan bahwa sebagian besar aktivis tidak bersenjata api.
-
Israel dikritik keras karena penggunaan kekuatan berlebihan.
2012–2020 – Upaya Flotilla Lain
-
Sejumlah kapal internasional mencoba memecahkan blokade Gaza.
-
Sebagian berhasil mencapai perairan dekat Gaza, namun banyak yang dihentikan paksa Israel.
-
Dukungan internasional terhadap Palestina makin luas, meski blokade tetap berjalan.
2021–2023 – Krisis Gaza Memburuk
-
Agresi militer Israel ke Gaza makin intensif.
-
Krisis kemanusiaan meningkat: kekurangan obat-obatan, makanan, listrik, dan air bersih.
-
Seruan internasional untuk membuka blokade semakin keras.
2024 – Persiapan Sumud Flotilla
-
Jaringan aktivis internasional membentuk armada baru bernama Sumud Flotilla (Armada Keteguhan).
-
Kapal-kapal disiapkan dari pelabuhan Turki dan Eropa, membawa bantuan medis, pangan, serta aktivis lintas negara.
2025 – Sumud Flotilla Berangkat
-
Kapal-kapal berlayar menuju Gaza, menempuh jalur berbahaya di bawah ancaman Israel.
-
Tokoh-tokoh dunia ikut serta, termasuk Greta Thunberg dan aktivis kemanusiaan dari Asia, Afrika, Eropa hingga Amerika Latin.
-
Israel sudah memperingatkan tidak akan membiarkan armada menembus blokade.
-
Dunia menanti apakah Sumud Flotilla akan menghadapi nasib serupa Mavi Marmara atau berhasil membuka jalur kemanusiaan.[]