ACEHDIURNA.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memberi tenggat tiga hingga empat hari kepada Hamas untuk memutuskan apakah akan menerima rencana perdamaian Gaza yang ia ajukan.
Trump menegaskan, bila Hamas menolak, konsekuensinya akan sangat berat bagi kelompok bersenjata Palestina itu.
Rencana perdamaian yang juga didukung Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berisi beberapa poin penting: gencatan senjata segera, pembebasan sandera dalam 72 jam, pelucutan senjata Hamas, serta penarikan bertahap pasukan Israel dari Gaza.
Selain itu, Trump ingin membentuk
otoritas transisi pascaperang yang dipimpin langsung olehnya, dengan melibatkan
mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair.
“Kami akan menunggu sekitar tiga atau empat hari,” kata Trump di hadapan jurnalis, Selasa (30/9/2025).
Ia menambahkan, “Hanya butuh
satu tanda tangan, dan kalau tidak ditandatangani, akibatnya akan sangat
merugikan mereka.”
Reaksi Dunia
Sejumlah negara besar, termasuk negara Arab dan Muslim, menyambut baik inisiatif ini.
Namun Hamas menyatakan masih mengkaji syarat-syarat yang dianggap rumit.
Qatar, tempat beberapa pemimpin Hamas
bermukim, mengatakan akan menggelar pertemuan dengan Hamas dan Turkiye untuk
membahas proposal tersebut.
Netanyahu, usai kembali dari Washington, menyebut rencana itu sesuai dengan tujuan militer Israel.
Meski begitu, serangan Israel ke Gaza tetap berlangsung.
Laporan dari rumah sakit setempat menyebutkan sedikitnya 46
orang tewas, termasuk 15 korban di Kota Gaza.
Perpecahan di Israel
Tak semua pihak di Israel setuju dengan rencana Trump.
Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, menilai langkah itu sebagai kegagalan diplomatik. “Ini hanya akan berakhir dengan air mata.
Cepat atau
lambat, anak-anak kita akan kembali berperang di Gaza,” ujarnya.
Netanyahu sendiri juga menegaskan tidak ada kesepakatan
soal pembentukan negara Palestina dalam pertemuannya dengan Trump.
Dukungan Eropa, Keraguan Warga Gaza
Sekutu-sekutu AS di Eropa seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia memberikan dukungan penuh.
Bahkan Rusia dan Tiongkok juga ikut mendukung.
Namun sebagian warga Gaza meragukan efektivitasnya.
“Rencana ini tidak realistis. Hamas tidak akan menerima
syarat-syarat itu, yang berarti perang dan penderitaan akan berlanjut,” kata
Ibrahim Joudeh, warga Gaza yang kini tinggal di penampungan Al-Mawasi.
Otoritas Palestina menilai inisiatif Trump sebagai langkah tulus.
Namun kelompok Jihad Islam menolaknya dengan alasan rencana itu
hanya memperpanjang agresi Israel.
Latar Belakang Konflik
Perang di Gaza pecah setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.219 orang di Israel, sebagian besar warga sipil.
Sejak itu, operasi militer Israel menghancurkan sebagian besar Gaza.
Data dari Kementerian Kesehatan Gaza menyebut sudah lebih dari 66.097 warga Palestina tewas, mayoritas adalah warga sipil.
Angka ini juga
diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai data yang kredibel.[]