![]() | ||
|
ACEHDIURNA.COM - China kini tengah mengembangkan sebuah sistem pertahanan udara baru.
Teknologi ini disebut mirip dengan rencana Amerika Serikat yang ingin membangun sistem bernama Golden Dome, terinspirasi dari Iron Dome milik Israel.
Walau masih berupa prototipe, sistem buatan China ini sudah diuji coba oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
Menariknya, sistem ini diklaim mampu memantau hingga 1.000 rudal sekaligus yang mengarah ke wilayah China dari berbagai penjuru dunia.
Bagaimana Cara Kerjanya?
Menurut laporan yang dikutip South China Morning Post, sistem ini menggabungkan data dari berbagai sensor di darat, laut, udara, hingga luar angkasa.
Data tersebut kemudian dianalisis untuk:
-
Mendeteksi adanya rudal yang datang.
-
Menghitung arah terbang rudal.
-
Menentukan jenis senjata.
-
Membedakan mana hulu ledak sungguhan dan mana yang hanya umpan.
Dengan begitu, militer bisa lebih cepat mengambil langkah pencegahan.
Proyek ini dipimpin oleh insinyur senior Li Xudong dari Nanjing Research Institute of Electronics Technology.
Ia menyebutkan, sistem ini sudah berhasil diuji di beberapa titik peringatan dini dan mampu melakukan integrasi data secara real-time.
Saingan Golden Dome AS
Jika kelak berfungsi sesuai harapan, sistem ini akan menjadi salah satu pertahanan rudal pertama dengan cakupan skala global.
Sementara itu, di pihak lain, proyek Golden Dome Amerika Serikat masih dalam tahap wacana. HIngga kini, desain detail maupun rencana teknis proyek tersebut belum dipublikasikan.
Presiden Amerika Donald Trump pertama kali mengumumkan proyek Golden Dome pada Mei 2025 dengan tujuan menciptakan “payung pelindung” bagi daratan AS dari ancaman rudal balistik hingga hipersonik.
Beberapa laporan menyebut, proyek Golden Dome yang diperkirakan mencapai lebih dari US$ 175 miliar akan mengandalkan kombinasi radar jarak jauh, sensor luar angkasa, dan rudal intersep berkecepatan tinggi yang dapat bekerja dalam beberapa lapisan pertahanan.
Pengembangan ini menunjukkan bahwa persaingan teknologi pertahanan antara AS dan China terus berjalan.
Bagi pembaca awam, sederhananya: kedua negara besar ini sama-sama berusaha melindungi diri dengan teknologi terbaru, agar tetap siap menghadapi kemungkinan ancaman di masa depan.[]