![]() |
Armada Sumud Flotilla, yang dikenal juga dengan sebutan The Resistance Fleet, dalam unggahannya di Telegram menegaskan bahwa mereka sudah mulai memasuki perairan dekat Gaza. |
ACEHDIURNA.COM - Ketegangan di perairan Laut Tengah kian memanas.
Operasi penangkapan itu disebut bisa berlangsung Rabu malam waktu setempat.
Otoritas Israel bahkan telah menyiapkan opsi menahan hingga mendeportasi para aktivis yang ikut serta dalam pelayaran kemanusiaan tersebut.
Armada Sumud Flotilla, yang dikenal juga dengan sebutan The Resistance Fleet, dalam unggahannya di Telegram menegaskan bahwa mereka sudah mulai memasuki perairan dekat Gaza.
Armada ini membawa misi untuk mematahkan blokade Israel terhadap Jalur Gaza yang sudah berlangsung lebih dari 17 tahun.
“Kami tetap waspada saat memasuki area di mana armada sebelumnya dicegat dan diserang. Tetap awasi misi. Tetap awasi Gaza. Kami berlayar tanpa terhalang ancaman Israel dan taktik teror,” tulis pihak armada dalam pernyataan resminya.
Situasi Terakhir di Laut Tengah
Rabu pagi, pihak armada mengaku sempat mendeteksi keberadaan kapal tak dikenal yang mendekat ke beberapa perahu mereka.
Kapal tersebut berlayar tanpa menyalakan lampu navigasi sebelum akhirnya menjauh.
Para peserta flotilla disebut sudah melakukan langkah-langkah pengamanan internal untuk mengantisipasi kemungkinan serangan atau intersepsi.
Sumber lokal juga melaporkan bahwa kapal perang Israel mulai melakukan manuver di sekitar area jalur masuk ke Gaza.
Hal ini memperkuat dugaan bahwa Israel akan melakukan operasi intersepsi dalam waktu dekat.
Aktivis Internasional Bergabung
Flotilla ini diisi ratusan aktivis dari berbagai negara, termasuk tokoh kemanusiaan, dokter, jurnalis, hingga politisi.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah Greta Thunberg, aktivis lingkungan asal Swedia, yang ikut serta dalam pelayaran solidaritas ini.
Kehadirannya disebut memberi sorotan besar media internasional terhadap misi kemanusiaan tersebut.
Ancaman Konfrontasi
Pengamat menilai situasi bisa memuncak menjadi konfrontasi terbuka antara armada aktivis dengan militer Israel.
Sejarah mencatat, flotilla internasional serupa kerap dicegat Israel, termasuk tragedi Mavi Marmara 2010, ketika pasukan Israel menewaskan sembilan aktivis kemanusiaan asal Turki dalam operasi penghadangan.
Kini, dunia menunggu apakah Israel kembali akan menggunakan cara militer yang sama, atau memberi izin armada untuk masuk membawa bantuan ke Gaza, di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk akibat blokade dan agresi militer.
Reaksi Internasional
Italia: Mundur dari Pendampingan ke Zona Risiko
Pemerintah Italia menyatakan akan menghentikan pendampingan militer armada Global Sumud Flotilla ketika kapal-kapal itu mencapai jarak sekitar 150 mil laut dari Gaza.
Menteri Pertahanan Italia bahkan mengantisipasi bahwa kapal-kapal mungkin akan disergap di laut lepas dan aktivis ditahan.
Spanyol: Peringatan Diplomatik
Menteri Luar Negeri Spanyol, José Manuel Albares, memperingatkan bahwa setiap tindakan agresif terhadap flotilla—termasuk intersepsi di perairan internasional atau penahanan tanpa dasar yang jelas—akan mendapat tanggapan diplomatik dari Spanyol.
Turki: Tuduhan Pelanggaran Hukum Internasional
Pemerintah Turki mengutuk potensi intersepsi sebagai “tindakan kejam” dan keliru menurut hukum internasional.
Turki juga menyerukan perlindungan terhadap warga negaranya yang mungkin turut serta. (Referensi pada insiden flotilla Freedom sebelumnya)
Seruan Organisasi HAM & Protokoal Internasional
-
Organisasi hak asasi seperti Amnesty International dan lembaga-lembaga PBB menyerukan agar Israel mematuhi hukum kemanusiaan internasional dan memastikan akses tidak dihalangi untuk bantuan ke Gaza. (Konsep ini juga muncul dalam konteks flotilla sebelumnya)
-
Panitia penyelenggara flotilla menyerukan agar negara-negara mendampingi armada secara resmi — misalnya melalui kapal angkatan laut atau proteksi diplomatik — agar intersepsi bisa dicegah atau setidaknya dikurangi risikonya.
Publik & Gerakan Massa: Tekanan pada Pemerintah
Di Italia sendiri, seruan solidaritas sangat kuat: unjuk rasa nasional, mogok industri pelabuhan, hingga pemblokiran kapal senjata menuju Israel pernah dilakukan sebagai bentuk protes terhadap konflik Gaza.
Beberapa aktivis dari negara-negara lain yang ikut dalam flotilla pun mengunggah pesan emosional, menyatakan kesiapan menghadapi risiko dan menolak mundur demi solidaritas terhadap warga Gaza.[]